Selasa, 19 Januari 2010

Teknik wawancara

Teknik Wawancara


Wawancara merupakan istilah yang diciptakan dalam bahasa Indonesia untuk menggantikan kata asing Interview (dari bahasa Belanda atau Inggris), yang digunakan oleh pers Indonesia sampai akhir tahun 1950-an. Orang yang mewancarai disebut Pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai disebut pemberi wawancara (interviewee) atau disebut juga responden.

Jadi, wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang sesuatu hal atau masalah. Wawancara sering kali diasosiasikan dengan pekerjaan kewartawanan untuk keperluan penulisan berita atau feature yang disiarkan dalam media massa. Tetapi wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya, penelitian, atau penerimaan pegawai.


Yang Harus di Perhatikan Sebelum Wawancara :

1.Kenali topik wawancara yang akan dilakukan.

2.Baca berkas masalah pokok tentang wawancara

3.Buka kliping soal hal-hal yang berkaitan dengan topic wawancara

4.Tetapkan apa yang ingin Anda ketahui melalui wawancara


Menyusun Kerangka Wawancara :

Kerangka (outline) merupakan penjabaran topik. Topik diuraikan menjadi sejumlah sudut tekanang/sudut pandang (angle). Setiap angle dikembangkan menjadi pertanyaan. Kerangka juga berfungsi untuk menciptakan angle apa yang patut masuk dalam wawancara, kemudian mengembagkan pertanyaan dalam cakupan angle tersebut. Hal ini penting dilakukan, karena akan membantu Anda dalam menyusun wawancara secara teratur, tidak keluar dari topik. Selain itu juga akan memudahkan Anda berpikir secara jelas dan fokus terhadap topik wawancara.


Ketika Memulai Wawancara Ada Beberapa Hal yang Harus di Perhatikan :

  1. Menjaga Suasana
  2. Ini sangat penting dalam pelaksanaan wawancara dibuat lebih rileks, sehingga berjalan dengan santai tidak terlalu formal meskipun membahas masalah yang serius. Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan baik memerlkan waktu, karena itu sebelum memasuki materi yang akan dipercakapkan lebih enak kalau dibuka dengan hal-hal yang umum. Misalnya, soal keadaan nara sumber baik itu masalah kesehatan, hobi dan sebagainya yang mungkin menyetuh hati.

Meski sifat basa-basi ini diperlukan untuk menarik simpati supaya nara sumber sehibngga tidak terlalu pelit dengan pernyataan atau pendapat baru. Kecuali kalau pewawancara sudah sangat dekat basa-basi itu bisa dikurangi, lebih-lebih kalau memang waktu untuk wawancara sangat terbatas, pewawancara harus tanggap. Itupun juga kita dibicarakan sebelum melangsungkan wawancara. Dalam menjaga suasana ini sudah selayaknya dilakukan, antara lain jangan membuat nara sumber marah atau tersinggung, sehingga percakapan langsung diputus. Jangan marah-marah atau memojokkan nara sumber.

2. Bersikap Wajar

Dalam wawancara seringkali berhadapan dengan nara sumber yang benar-benar pakar, tetapi tidak jarang yang dihadapi tidak menguasai persoalan. Namun demikian tidak perlu rendah diri atau merasa lebih tinggi dari nara sumber, seharusnya bisa mengimbangi atau mengangkatnya. Pewawancara juga harus bisa mencegah supaya nara sumber tidak berceramah, karena itu persiapan menghadapi berbagai karakter ini sangat diperlukan.
Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan,menguasai materi, selain menguasai nara sumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan. Apabila menghadapi nara sumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali.

3. MemeliharaSituasi

Secara sadar sering terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi nara sumber, karena itu dalam wawancara harus pandai-pandai memelihara situasi supaya mendapat informasi yang dibutuhkan dan jangan sampai terjebak ke dalam situasi perdebatan dengan nara sumber yang diwawancarai. Juga perlu dihindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak berlebihan sampai menjurus ke arah interograsi apalagi menghakimi.
Misalnya, wawancara dengan seorang direktur rumah sakit terkait dengan kasus flu burung, karena etika kedokteran, sehingga harus dijaga dirahasiakan. Namun pewawancara memaksakan kehendak, sehingga menimbulkan ketegangan dan menghakimi direktur tersebut, bukan mendapat informasi malah tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dalam menghadapi kasus seperti itu pewawancara harus mampu mencari celah untuk kembali pada situasi, agar mendapatkan informasi yang lebih jelas.


4.Tangkas Menarik Kesimpulan

Pada saat wawancara berlangsung dituntut untuk secara setia mengikuti setiap jawaban yang diberikan nara sumber untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Dengan kesimpulan yang tepat wawancara terus bisa dilanjutkan secara lancer. Kesalahan yang sering dilakukan wartawan pada saat mengambil kesimpulan kurang tangkas, sehingga nara sumber harus mengulang kembali apa yang telah disampaikan. Kalau itu terjadi berulangkali maka akan membuat nara sumber bosan, sehingga wawancara tidak berkembang, membuat pintu informasi menjadi tertutup. Akibat yang paling parah kehilangan sumber berita, karena nara sumber takut salah kutip. Bagi nara sumber yang teliti dan kritis, satu persatu kalimat akan menjadi pengamatan. Salah kutip ini harus dihindari dalam setiap wawancara, Jangan takut minta pernyataan diulang atau bahkan ada kata yang kurang jelas seperti ucapan bahasa Inggris harus selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.


5. Menjaga Pokok Persoalan

Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap wawancara agar dalam menggali informasi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan hasil yang memuaskan. Seringkali dalam menjaga pokok persoalan ini diliputi perasaan rikuh kalau kebetulan ayng diwawancari pejabat atau mempunyai otoritas dalam hal tertentu. Serngkali untuk menjaga situasi ini ada anjuran pewawancara mengikuti apa yang dikatakan nara sumber. Meski harus mengikuti pembicaraan nara sumber diharapkan tidak lari dari pokok persoalan bahkan berusaha mempertajam pokok masalah, agar tetap mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kerusakan lingkungan, pada awalnya memang bercerita tentang lingkungan tetapi di tengah-tengah pembicaraan membelok ke arah lain dan menyimpang dari pokok persoalan. Kalau sudah demikian maka yang dilakukan segera mengembalikan inti persoalan.

6. Kritis

Sikap kritis perlu dikembangkan dalam wawancara agar mendapat informasi yang lebih terinci dan selengkap-lengkapnya. Untuk itu diperlukan kejelian dalam menangkap persoalan yang berkaitan dengan pokok pembicaraan yang sedang dikembangkan. Jeli dan kritis merupakan kaitan dengan kemampuan menangkap setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh nara sumber. Kekritisan tersebut tidak hanya menyangkut pokok persoalan, tetapi juga menangkap gerakan-gerakan yang diwawancarai. Berkait dengan pokok persoalan kalau kritis menangkapnya maka bisa meluruskan data bila nara sumber salah mengungkapkannya. Baik itu tentang angka, tempat kejadian dan sebagainya. Ini penting sebagai bahan untuk menuliskan laporan, sehingga benar-benar utuh dan penuh warna. Kalau perlu ketika nara sumber sedang memberikan keterangan dalam keadaan gelisah, terus menerus mengepulkan asap rokok dan sebagainya, hal ini harus ditangkap sebagai isyarat yang bisa dituangkan dalam tulisan. Dengan demikian pembaca mendapat gambaran utuh dan laporan tidak kering.


7. Sopan Santun

Dalam wawancara sopan santun perlu dijaga, karena ini menyangkut etikat pergaulan di dalam masyarakat yang harus mendapat perhatian dan dipegang teguh. Dalam menghadapi nara sumber kendali sudah mengkenal betul, tidak bisa bersikap sembarangan, sombong atau perilaku yang tidak simpatik lainnya. Bila akan merokok, sementara nara sumber tidak merokok harus minta izin. Apalagi kalau ruangan tempat wawancara ber-AC maka sopan santun perlu dijaga. Di awal maupun di akhir wawancara jangan lupa mengucapkan rasa terima kasih kepada nara sumber,. Karena telah memberikan kesempatan dan mendapatkan informasi dari hasil wawancara. Pada akhir wawancara pesan kepada nara sumber untuk tidak keberatan dihubungi bila ada data yang diperlukan ternyata masih kurang.

Hal-hal praktis yang perlu mendapat perhatian dalam mengadakan wawancara berkaitan dengan sopan santun:

Tidak perlu gusar bila nara sumber yang menjadi target wawancara menolak dengan alasan sibuk. Mencoba dan mencoba lagi, agar diberi waktu untuk wawancara merupakan suatu upaya, sampai mendapat kesempatan untuk membuat perjanjian waktu.
Untuk mendapat perjanjian bisa melalui telepon atau mendatangi langsung kantor atau rumahnya. Dihindari datang terlambat pada saat akan melakukan wawancara dan lebih baik datang lebih awal. Jangan sampai salah mengeja nama orang yang diwawancarai dan lebih baik minta kartu nama atau paling tidak ketika nama nara sumber itu sulit dieja diminta dengan hormat untuk menuliskan di bloknote yang digunakan untuk mencatat hasil wawancara.

Cek kembali peralatan tulis apakah sudah lengkap, karena kalau sampai ada peralatan tidak terbawa bisa membuat suasana awal dari wawancara menjadi kurang berkesan.
Sebutkan alasan melakukan wawancara dengan tempat kerja, sehingga nara sumber yang diwawancarai mengerti benar maksud wawancara. Tidak perlu menjanjikan kepada nara sumber hasil wawancara pasti dimuat, namun bisa meberikan keyakinan kegunaan dari hasil wawancara tersebut.


Penulisan Wawancara

Hasil wawancara bisa dituangkan dalam beberapa bentuk penulisan sesuai dengan tujuan wawancara yang telah dilakukan. Bila hasil wawancara akan digabungkan dengan hasil wawancara yang lain, cara menuliskannya akan lain dengan bentuk penulisan yang didasarkan pada satu wawancara. Hasil wawancara dapat dipergunakan untuk bahan penulisan berita atau straight news, laporan atau tulisan khusus wawancara.



Agar tugas wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal - antara lain - sebagai berikut:

  1. Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.
  2. Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.
  3. Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.
    Contoh yang baik: "Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?"
    Contoh yang lebih baik lagi: "Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?"
    Contoh yang tidak baik: "Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak."
  4. Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.
  5. Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.
  6. Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
  7. Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.
  8. Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.
  9. Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, "Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing".

Menurut para ahli, terdapat 7 (tujuh) jenis wawancara, yaitu man in the street

interview, casual interview, personal interview, news peg interview, telephone interview,

question interview dan group interview (Itule dan Andersin 1987:207-213).

Operasionalisasinya begini:

Man in the street interview

Wawancara yang dilakukan untuk mengumpulkan pendapat beberapa orang awam

mengenai sebuah peristiwa, bisa menyangkut satu keadaan dan bisa pula tentang sebuah

kebijaksanaan baru. Biasanya wawancara ini diperlukan setelah terjadinya sebuah

peristiwa yang sangat penting.

Casual interview

Sebuah wawancara mendadak. Dalam hal ini seorang wartawan minta kesediaan

seorang narasumber untuk diwawancarai. Si wartawan berbuat begitu karena ia bertemu

dengan narasumber yang dianggapnya punya informasi yang perlu dilaporkan kepada

khalayak.

Personal interview

Merupakan wawancara untuk mengenal pribadi seseorang yang memiliki nilai

berita lebih dalam lagi. Hasilnya, biasanya berupa profil tentang orang bersangkutan.

News peg interview

Wawancara yang berkaitan dengan sebuah laporan tentang sebuah peristiwa yang

sudah direncanakan. Wawancara inisering juga disebut information interview.

Telephone interview

Wawancara yang dilakukan lewat telepon. Ini biasanya dilakukan wartawan

kepada narasumber yang sudah dikenalnya dengan baik dan untuk melengkapi sebuah

berita yang sedang ditulis. Dengan perkataan lain, seorang wartawan memilih jenis

wawancara memilih jenis wawancara ini karena ia dalam keadaan terdesak.

Question interview

Wawancara tertulis. Biasanya dilakukan seorang wartawan yang sudah

mengalami jalan buntu. Setelah ditelepon, didatangi ke rumah dan ke kantor, si wartawan

tidak bisa bertemu dengan anrasumber, maka ia memilih wawancara jenis ini.

Keuntungan wawancara ini adalah: informasi yang diperoleh lebih jelas dan mudah

dimengerti. Kelemahannya adalah: wartawan tidak bisa mengamati sukap-sikap pribadi

narasumber ketika manjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan.

Group interview

Wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang sekaligus untuk membahas

satu persoalan atau implikasi satu kebijaksanaan pemerintah. Setiap orang memiliki

kesempatan yang sama untuk berbicara. Contohnya adalah acara “Pelaku dan Peristiwa”

TVRI.

Semua jenis wawancara tersebut di atas akan terlaksana dengan baik bila dipenuhi teknik-teknik berikut:

1• Menggunakan daftar pertanyaan yang tersusun baik, yang sudah disiapkan

lebih dulu;

2• Memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan yang ringan;

3• Mengajukan pertanyaan secara langsung dan tepat;

4• Tidak malu bertanya bila ada jawaban yang tidak dimengerti; dan

5• Mengajukan pertanyaan tambahan berdasarkan perkembangan wawancara.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

bagus materi ini. boleh dicopy ya ?

Unknown mengatakan...

ia mas

medialektikajurnal mengatakan...

Gak jauh beda sama yang diajarkan guru saya di kampus. Pak Enjang Muahaemin.

Posting Komentar