Selasa, 24 November 2009

Daily Diary

Selasa, 24 November 2009

Beberapa hari ini memang telah menjadi hari - hari yang teramat sangat melelahkan bagiku. Kegiatan kampus yg cukup padat karena harus mempersiapkan sebuah mini drama, yang diberikan kepada kami sebagai tugas mata kuliah Psychology of Communication. Sudah beberapa hari ini, aku dan kelompok harus membuat drama dan latihannya di kampus, sehingga kami harus datang lebih pagi dan pulang lebih sore. Ditambah kondisi dan cuaca beberapa hari ini yang sedang turun hujan, membuat aku harus ikut terjebak dalam kemacetan. Sekalipun berada dalam jalur busway, tetap saja harus ikut merasakan kemacetan selama berjam-jam. Belum lagi, kegiatan yang aku lakukan di hari Sabtu dan Minggu. Semuanya itu seakan menumpuk menjadi satu dan membuat aku lelah sekali (secara fisik). Tapi aku bersyukur karena masih bisa menjalankan puasa dengan baik dan lancar. Thank's Jesus..

Kelelahan secara fisik masih harus dilengkapi dengan kelelahan batin. Masalah datang begitu banyak, tekanan demi tekanan menghampiri aku silih berganti dan masih banyak lagi yang tak terungkapkan. Kadang lelah, bangkit pun susah, tak ada seorang pun yang pedulikan. Semua punya urusannya masing-masing. Kesepian pun terkadang datang menghampiri. Tapi aku percaya, aku punya sahabat setia yang begitu luar biasa. Namanya Yesus..
Aku bener - bener bersyukur punya sahabat seperti Dia, yang selalu ada buat aku, selalu setia bersamaku, dan mampu memberiku kekuatan baru.

Sayangnya, gak semua orang mengenal dia, dan bahkan ada yang menolakNya. Kalau saja semua orang bisa dan mau mengenal dia, mungkin orang itu akan jadi orang yang paling beruntung seperti aku..
:D


Sabtu, 07 November 2009

Religion Project :D

ORTODOKSI

Istilah ortodoksi berasal dari bahasa Yunani: “orthos” dan “doxa”. Orthos yang berarti benar dan doxa yang berarti kemuliaan, penghormatan, ibadah, dan pendapat. Kata doxa memiliki akar kata dokeo” yang berarti pikiran, pendapat atau dugaan. Seiring dengan perkembangannya, dapat kita artikan bahwa ortodoksi adalah cara kita berpikir yang benar tentang Allah. Berpikir yang benar tentang Allah sangat berkaitan erat dengan bagaimana kita memiliki pemahaman dan pengenalan yang benar tentang Allah.


Paulus adalah salah seorang tokoh alkitab yang memiliki ortodoksi tentang Kristus. Hal ini dapat dilihat dari surat-surat yang ditulisnya dalam alkitab, bagaimana ia mengutarakan bahwa pengenalan akan Kristus adalah suatu keuntungan baginya dan melebihi segala yang ada dalam hidupnya. “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”. (Filipi 3:7-8) Selain itu, Paulus pun juga begitu antusias di dalam mengajak jemaat di Efesus untuk mengenal Allah dengan benar, ia begitu sadar betul bahwa pengenalan akan Allah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hidup. “Akupun tidak berhenti mengucap syukur karena kamu. Dan aku selalu mengingat kamu dalam doaku, dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar.” (Efesus 1: 16-17)


Bagaimanapun juga, pengenalan yang benar akan Allah bukan hanya sebatas pengenalan secara informatif dan pengetahuan saja (knowing about God), tetapi juga harus disertai dengan pengenalan secara empiris (knowing God). Pengenalan secara empiris atau pengenalan melalui pengalaman ini membuat kita dapat lebih jauh lagi di dalam mengenal Allah (misalnya: melalui pengalaman pribadi bersama Allah), kita bukan hanya tahu tapi benar-benar mengenal karena kita sudah mengalaminya.

Sebagai contoh, secara informatif dan pengetahuan, kita sudah tahu bahwa Allah adalah kasih, tapi kita belum benar-benar mengenal Allah yang adalah kasih itu, sampai kita sendiri sudah mengalami kasihNya dalam hidup kita.


Alkitab mengatakan bahwa orang-orang yang mengenal Allah adalah orang-orang yang menuruti dan melakukan perintah Tuhan dalam hidupnya (1 Yoh 2:3-4). Selain itu, buah dari pengenalan yang benar akan Allah tidak kita nikmati sendiri, tapi juga harus bisa dirasakan oleh orang lain. Artinya, pengenalan akan Tuhan harus berdampak pada perubahan hidup (2 Timotius 2:19, Efesus 4:17) dan berdampak buat orang lain juga (1 Yoh 4:7 - 8).


ORTOPATHI

Istilah ortopathi berasal dari bahasa Yunani: “orthos” dan “pathos”. Orthos yang berarti benar dan pathos yang berarti afeksi, sikap hati, dan keinginan. Dapat kita ambil kesimpulan bahwa ortopathi adalah cara kita berperasaan yang benar terhadap Allah serta memiliki sikap hati yang benar terhadap Tuhan.


Ayub adalah seorang yang memiliki sikap hati yang benar di hadapan Tuhan. Ini terlihat baik sewaktu ia masih dalam keadaan baik-baik saja (Ayub 1:8b), maupun sedang di dalam penderitaan yang amat sangat. Ketika cobaan itu diijinkan terjadi dalam kehidupannya, Ayub bahkan tidak menghujat atau mengutuki Tuhan, tetapi ia tetap dapat memuji Tuhan. “katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. “ (Ayub 1: 20-21) Dan ketika Ayub dinyatakan “lulus” oleh Tuhan, Tuhan memberkatinya dengan berkat dua kali lipat lebih banyak dari kekayaan Ayub sebelumnya. (Ayub 42:10-3)


Sikap hati yang benar terhadap Tuhan hanya dapat dibuktikan ketika kita mengalami pencobaan atau masalah dalam hidup. Keadaan yang baik-baik saja (mapan) akan membuat kita mudah dalam mengucap syukur pada Tuhan atas segala hal yang diberikan-Nya pada kita. Tapi ketika cobaan atau masalah datang, justru saat itulah hidup kita diuji oleh Tuhan, apakah kita punya sikap hati yang benar di hadapan-Nya, apakah kita masih dapat bersyukur dalam pencobaan dan bertekun dalam iman kita kepada Tuhan, dan tidak bersungut-sungut pada Tuhan atau meninggalkan Tuihan. Kitab Amsal mengatakan dengan jelas bahwa Tuhan sendirilah yang menguji hati kita apakah benar di hadapan-Nya atau tidak, dan bukan berdasarkan pandangan kita sendiri. “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati.” (Amsal 16:2)


Sikap hati yang benar saat menghadapi pencobaan (taat dalam tekanan, tetap bertekun dalam doa dan pengharapan, serta selalu bersyukur dalam segala keadaan) akan membawa kita kepada kemenangan, di mana Tuhan sudah menyiapkan janji-janji indah-Nya untuk diberikan kepada kita ketika Ia mendapati kita “lulus ujian”


“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” (Yakobus 1:12)


ORTOPRAKSIS

Istilah ortopraksis berasal dari bahasa Yunani: “orthos” danpraxis”. Orthos yang berarti benar dan praxis yang berarti tindakan atau kerja. Dari situ, dapat kita artikan bahwa ortopraksis adalah cara kita bertindak yang benar terhadap Tuhan.


Dalam kisah Marta dan Maria terlihat bagaimana Maria memiliki ortopraksis terhadap Yesus ketika Yesus dan murid-muridNya sedang bertamu di rumahnya. Ketika Marta sibuk dengan urusan-urusan rumah untuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk Yesus dan murid-muridNya, Maria memilih duduk di bawah kaki Yesus dan terus mendengarkan perkataanNya. (Lukas 10:39) Tuhan tidak menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Marta adalah salah, tetapi Ia hanya menyatakan bahwa Maria telah memilih bagian yang terbaik (Lukas 10:42) Ketika Yesus datang kembali ke rumah Marta dan Maria, Yesus juga mendapati Marta tetap sibuk dengan urusan-urusan rumahnya (Yohanes 12:2) dan Maria memilih untuk meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal harganya dan menyekanya dengan rambutnya. (Yohanes 12:3) Hal ini menunjukkan bahwa Maria telah memilih melakukan tindakan yang benar terhadap Yesus ketimbang apa yang dilakukan oleh Marta.


Melalui kisah Marta dan Maria di atas, Yesus ingin kita semua tahu bahwa segala sesuatu yang kita lakukan terhadap Yesus bukanlah tergantung dari apa yang menurut kita itu baik, melainkan apa yang berkenan bagi Tuhan. Karena itu, Maria memberikan sebuah model prioritas bagi kita: pertama, kita harus mendengarkan apa yang jadi kehendak Tuhan; dan setelah itu kita bertindak atas nama-Nya. Kita sering kali berpikir bahwa Tuhan akan disenangkan melalui pekerjaan-pekerjaan pelayanan di gereja yang kita lakukan (sibuk melayani pekerjaan Tuhan ini itu). Tapi, yang Tuhan kehendaki adalah ketika kita memberikan waktu kita secara pribadi, duduk diam di bawah kakiNya (punya waktu saat teduh pribadi dengan Tuhan) untuk mendengarkan apa yang Tuhan kehendaki dan melakukanNya. Cara kita bertindak yang benar terhadap Tuhan akan membuat hati Tuhan disenangkan, karena apa yang kita lakukan itu berkenan di hadapanNya.


ORTOVITA

Ortovita adalah suatu ajaran yang mengajarkan tentang cara hidup yang benar. Sebagai manusia, hendaknya kita memiliki cara hidup yang benar di hadapan Tuhan. Sikap hidup kita terhadap sesama pun hendaknya benar di hadapan Tuhan.


Sepanjang perjalanan hidupnya, Yusuf adalah seorang tokoh yang berhasil menunjukkan sikap dan cara hidup yang benar di hadapan Tuhan dan saudara-saudaranya. Sekalipun kakak-kakaknya merencanakan dan melakukan yang jahat bagi Yusuf, tetapi ia tetap mau mengampuni kesalahan kakak-kakaknya, bahkan ia menyuruh semua keluarganya untuk pindah ke Mesir untuk tinggal bersama dengan dia (Kejadian 45: 1–15). Ia sama sekali tidak menyimpan dendam dan tidak berniat untuk membalas dendam kepada saudara-saudaranya itu, walaupun saat itu ia punya kedudukan yang memungkinkan untuk ia membalas dendam.


Sikap hidup yang benar juga ditunjukkan oleh Yusuf ketika ia bekerja di rumah Potifar. Saat itu, ia adalah orang kepercayaan Potifar yang bertanggung jawab atas seluruh rumah Potifar. Tapi di rumah itu, ia selalu dipaksa oleh istri Potifar untuk tidur dengannya. Sudah beberapa kali Yusuf menolak keinginan istri Potifar, dan bahkan ia lari ketika istri Potifar memaksanya. Karena sering ditolak, istri Potifar pun menuduh Yusuf telah memperkosanya. (Kejadian 39:11-15) Dari situ kita dapat melihat bahwa Yusuf benar-benar mempertahankan cara hidupnya yang benar di hadapan Tuhan. Ia tidak memanfaatkan kesempatan itu sekalipun ia punya kesempatan untuk melakukannya dan malah itu tidak akan membuatnya masuk penjara karena penuduhan.


Ketika kita berbicara tentang cara hidup yang benar, bukan hanya sekedar benar di mata manusia tapi juga di hadapan Tuhan. Segala perbuatan yang kita lakukan, walaupun tidak dilihat manusia, tetapi mata Tuhan melihat.(Amsal 5:21)


Yang menjadi dasar kita mempunyai gaya hidup yang benar di hadapan Tuhan adalah Firman Tuhan itu sendiri. Karena hanya orang-orang yang tahu kebenaran dan melakukannya-lah yang seharusnya hidupnya benar di hadapan Tuhan. Sebagai contoh, kita tahu kebenaran bahwa Tuhan menghendaki untuk kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi dengan kebaikan. Seperti dalam Matius 5:39 tertulis: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” Karena kita sudah tahu kebenaran dan melakukannya sesuai dengan kebenaran ini, maka kita baru dapat disebut benar. Karena Firman Tuhan memang bertujuan untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.(2 Timotius 3:16)



ORTORITE

Ortorite adalah ajaran yang mengajarkan bahwa kita harus memiliki kehidupan ritual keagamaan yang benar di hadapan Tuhan. Hal ini berkaitan dengan kebaktian liturgis yang biasa kita lakukan di gereja setiap hari Minggu.


Kehidupan ritual keagamaan yang benar ditunjukkan sangat baik oleh orang-orang Farisi. Bahkan Yesus mengakui hal tersebut dan mengajar agar kita juga punya kehidupan ritual agama yang benar. Dalam Matius 5:20 tertulis: “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Mereka rajin beribadah, rajin memberikan persembahan dan perpuluhan, hafal taurat dengan sangat baik dan bahkan menguasai setiap tata cara ibadah di gereja. Tetapi yang sangat disayangkan adalah kehidupan keagamaan (ortorite) orang Farisi tidak memiliki keseimbangan dengan ortovita mereka.(Matius 23:4-7) Bahkan perbuatan-perbuatan yang mereka lakukan itu dicela oleh Yesus (Matius 23:13-19) karena dianggap munafik.


Dalam kehidupan kita sehari-hari, ortorite sangat berkaitan erat dengan ortovita. Kehidupan ritual keagamaan dan cara hidup kita sehari-hari seharusnya berjalan dengan seimbang, tetapi kenyataannya banyak orang Kristen yang tidak menyadari hal tersebut. Mereka mengira sudah beribadah dengan baik selama mereka di gereja, tetapi ibadah yang sesungguhnya adalah ketika kita berada di luar gereja dan menjalani kehidupan kita sehari-hari. Paulus mengajarkan bahwa ibadah yang sejati itu adalah penyerahan diri kepada Allah (Roma 12:1) dan Yakobus menyebut ibadah itu sebagai pengekangan diri dan mengasihi sesama (Yakobus 1:26-27). Kehidupan orang Kristen tentu harus memiliki perbedaan dengan orang-orang dunia, karena kita adalah orang-orang yang sudah tahu kebenaran Firman Tuhan dan kehidupan kita haruslah menjadi berkat buat banyak orang dan mempermuliakan nama Tuhan.


Sebagai seorang pelayan Tuhan dan mahasiswa, kehidupan pelayanan saya di gereja haruslah seimbang dengan kehidupan saya selama menjalani studi saya di kampus. Ibadah yang saya lakukan selama di gereja pun harus menghasilkan buah di dalam kehidupan saya di kampus, bagaimana saya bisa menjadi terang dan teladan bagi teman-teman yang belum mengenal Yesus. Saya harus bisa mengasihi orang-orang yang membenci saya, tidak ikut terjerumus dengan pergaulan-pergaulan yang buruk (merokok, clubbing, menyontek, bolos kuliah), rajin belajar, dan sebagainya, supaya nama Tuhan dipermuliakan. Paulus juga mengatakan bahwa ibadah yang sejati adalah ketika kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan di hadapan Tuhan. (Roma 12:1)



Created by: Silvia Florensia :)

Minggu, 01 November 2009

Nasehat buat para Pria Single


Seringkali kita mendengar pria lebih memilih untuk melajang lebih lama
dengan alasan2 ekonomi. Lebih spesifiknya mungkin ingin punya rumah
pribadi dulu, punya mobil dulu, punya gaji sekian juta dulu atau beberapa ratus juta untuk sebuah pesta pernikahan. Karenanya, sebelum
mencapai pernikahan, para pria bekerja ekstra keras mengumpulkan uang
demi kemapanan.

Ini tidak salah. Sudah selayaknya untuk punya kehidupan yang aman
secara finansial saat berumah tangga dan memberikan kenyamanan bagi
istri. Tapi, pada saat kemapanan itu sudah dimiliki, ada situasi yang
bisa menjebak para pria.

Saat seorang pria sudah begitu kaya, maka semua jenis wanita akan
datang kepada dia menawarkan cinta. Tapi akhirnya semua menjadi buram,
apakah mereka datang karena cinta, atau mencintai uang kita. Sampai
akhirnya sesuatu yang buruk terjadi, hingga kita menyesal kenapa kita
bisa menjadi begitu kaya.

Wanita mana yang tidak akan datang bila kamu begitu tampan, cerdas,
kaya dan muda? Semua ingin merasakan Jaguar-mu, tidur di atas Tempur
Pedic-mu, tinggal di pent house-mu, dan berdampingan dengan pria berjas
Kiton. Itu semua gambaran bahwa uang bisa memanipulasi perasaan. Dan
parahnya, itu adalah uangmu!

Bila saat ini kamu memiliki mobil dan seorang pacar, kamu tidak akan
pernah tahu, apakah wanita ini masih mencintaimu kalau suatu saat kamu
hanya naik sepeda motor. Bagaimana kalau kamu tak lagi punya rumah
pribadi dan hanya ada tempe di atas meja makan. Tahukah kamu?

Tidak. Karena dia datang pada saat kamu bisa memberikannya kenyamanan2
finansial yang dia idam-idamkan. Cintakah yang kamu punya? Bukan. Kamu
hanya memiliki wanita yang mencintai kenyamanan yang bisa kamu sediakan.

Beruntunglah bagi pasangan yang telah menikah dan mereka berdua
memulainya dari bawah. Mensyukuri mobil mereka, karena mereka berdua
pernah merasakan panas-hujan dengan sepeda motor. Menyenangi spring bed
baru mereka, karena mereka berdua pernah tidur bersama di atas sebuah
kasur busa kecil. Terharu dengan rumah pribadi mereka, karena dulu
mereka pernah tinggal hanya di sebuah kost. Beruntunglah para pria yang
memiliki wanita yang begitu mencintai mereka dan mendampingi di
saat-saat berjuang menuju kehidupan yang lebih baik

GBU all...